Ringkasan Khutbah Idul Adha 2020 1441 h Menarik Yang Menggetarkan Jiwa - Tibanya waktu hari raya idul adha adalah momen yang selalu di tunggu-tunggu oleh segenap umat muslim dari semua kalangan, bukan karena pada saat tersebut hanya sebatas menjadi waktu pelaksanaan ibadah haji serta sholat ied, tetapi ada yang lebih dari itu. Di mana hal ini bisa membuat semua orang merasa gembira dengan kedatangannya yaitu terjadinya penyembelihan hewan qurban yang kemudian nanti hasil dari hewan yang di sembelih tersebut di bagikan pada setiap orang.
Idul adha juga menjadi momen yang sangat istimewa. di mana pada saat tersebut tidak hanya mampu membuat gembira banyak orang dengan makanan-makanan enak, tetapi hari raya tersebut bisa di manfaatkan untuk lebih memupuk amal kebaikan, segala amal ibadah di lipat gandakan serta memiliki keutamaan lebih. Contohnya dari beberapa kategori ibadah sunnah berupa puasa arafah dan juga tarwiyah pada tanggal 8 dan 9 idul adha, serta amalan sunnah lainnya.
Pada halaman ini admin tidak akan membahas semua yang berkaitan dengan amalan idul adha, namun lebih fokus pada materi atau contoh khutbah idul adha yang akan di butuhkan tepat pada hari raya ketika pelaksanaan sholat ied. Mengenai masalah khutbah sebanarnya banyak sekali contoh yang bisa di jadikan bahan pembahasan seperti tentang kisah nabi ibrahim dan putranya ismail, tentang hikmah dan sejarah di wajibankannya qurban dan masih banyak yang lainnya.
Tetapi meskipun begitu, materi yang akan di bawakan dalam penyampain khutbah idul adha, harus benar-benar rapi, terutama tata bahasa serta penyampainnya. Tujuan tiada lain agar orang yang mendengarkan bisa lebih mengerti apa yang di bahas oleh khotib dan lebih khusu mendengarkannya. Maka dari itu alangkah baik jika contoh khutbah idul adha singkat di bawah ini di pelajari dengan baik, barang kali kalian para khatib ingin menggunakannya.
Contoh Khutbah Idul Adha 2019 / 1440 H
Khutbah 1
Allahu Akbar 3x walillahilhamd.
Kaum muslimin dan muslimat jamaah Idul Adha yang berbahagia. Segenap puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah memberikan berbagai kenikmatan dalam jumlah yang begitu banyak sehingga kita bisa hadir di pagi ini dalam prosesi pelaksanaan shalat Idul Adha dan setelah itu akan melaksanakan pemotongan hewan qurban. Bahwa hadiranya kita disini bersamaan dengan hadiranya jamaah haji yang sedang menyelesaikan pelaksanaan manasik haji di tanah suci Makkah. Semuanya berkat nikmat iman dan Islam serta nikmat kesempatan. Teiring dengan itu shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat kelak.
Allahu Akbar 3x walillahilhamd.
Kita akan mencoba mengenang kembali sosok Nabi Ibrahim as beserta keluarganya; Ismail as dan Siti Hajar pada hari ini, karena keagungan pribadinyalah bahkan Nabi Muhammad saw, menjadikannya pelajaran dan keteladanan darinya, sebagaimana Allah swt, berfirman:
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.” (QS. Al Mumtahanah : 4)
Dalam kesempatan khutbah Idul Adha 1440 Hijriyah ini ada empat pilar ajaran kebenaran yang sangat esiensial yang patut dijadikan teladan (rol model) untuk kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai rakyat biasa ataupun sebagai seorang pemimpin.
1. Loyalitas Terhadap Pimpinan
Dalam diri Nabi Ibrahim as terpancar sosok kepribadian pesuruh Allah yang mempunyai komitmen yang luar biasa dalam hal loyalitasnya kepada Allah swt. Hal ini dapat dilihat ketika diperintahkan Allah swt untuk menempatkan isterinya Siti Hajar dan anaknya Ismail di Makkah, meskipun dalam kondisi sangat berat harus berpisah dan menempatkannya di daerah yang belum ada tanda-tanda kehidupan, namun oleh karena sebuah perintah tetap dilaksanakannya.
Demikian juga halnya dengan perintah untuk melaksanakan qurban dengan menyembelih putranya Ismail yang tentu merupakan perintah yang sangat berat, namun dengan komitmen demi menjaga loyalitas kepada pemimpin yakni Allah swt., itupun dilaksanakannya bahkan tanpa dinyana putranya Ismailpun menunjukkan komitmen loyalitas yang sangat luar biasa sebagaimana tergambar dalam firman Allah swt:
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar (QS:As-Saffat Ayat 102).
Oleh karena itu, seyogianya juga semua kita sebagai hamba Allah dan sekaligus sebagai rakyat dituntut untuk mentaati segala ketentuan yang datang dari Allah swt, dalam kondisi suka atau duka, berat atau ringan, lapang atau susah, bahkan dalam kondisi apapun merupakan keharusan untuk berkomitmen taat atau loyal kepada perintah-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:
Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (QS:An-Nur Ayat 51).
Ketataan itu tidak saja dipertontonkan Nabi Ibrahim as ketika mendapat nikmat atau tatkala dihari tuanya, namun loyalitas itu telah lahir sejak masih muda sampai akhir hayatnya. Hal ini dapat dilihat dari potret kisah tentang menghancurkan berhala yang dilakukan Nabi Ibrahim as saat masih muda belia dan bandingkan dengan pelaksanaan perintah menyembelihan putranya Ismail yang sudah tua tetap beliau laksanakan.
Sebagai seorang bawahan kita harus menujukan loyalitas terhadap pimpinan dengan segenap menjalan perintah atau titahnya sebagai amanah yang dipercayakan kepada kita tanpa harus bertanya mengapa harus saya atau mengapa harus yang ini bukankah sudah ada standar operasional prosedur dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi. Demikian juga seorang pimpinan sangatlah wajar ketika perintahnya sudah dilaksanakan oleh bawahannya memberi reward atau penghargaan yang tinggi atas loyalitas bawahnnya.
Demikian yang telah diwariskan oleh Nabi Ibrahim as, dengan loyalitasnya yang tinggi Allah swt, memberi gelar dengan khalilullah (kekasih Allah), sementara loyalitas Ismail Allah swt, mengangkatnya sebagai Rasul untuk menyambung risalah ayahandanya Ibrahim as.
Allahu Akbar 3x walillahilhamd.
Kaum Muslimin Yang Dimuliakan Allah swt.
2. Segala Bentuk Kebatilan Harus Dilenyapkan
Tidak ada istilah kompromi dalam segala bentuk kebatilan, dan segala bentuk kebatilan harus dihalau dan tidak pantas untuk dituruti, bahkan harus kita jadikan sebagai musuh bersama yang selalu diwaspadai setiap saat dan tempat, bahkan kebatilan akan selalu dihembuskan oleh syaitan sehingga saatnya kita perangi, oleh karena itu dalam ibadah haji ada kewajiban melontar yang melambangkan permusuhan kepada syaitan, sebagaimana Allah swt berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS. Al Baqará : 208).
Bahkan seruan Allah swt, agar memperlakukan syaitan sebagai musuh tidak hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tapi juga kepada seluruh umat manusia, karena ada kebutuhan- kebutuhan manusia yang harus dipenuhinya dan itu tidak boleh menghalalkan segala cara dalam upaya mencapainya, hal ini karena Allah swt tidak membenarkan upaya yang menghalalkan segala cara, sebagaimana berfirman-Nya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al Baqarah :168).
Meletakan dan menjadikan posisi syaitan sebagai musuh dalam kehidupan adalah keinginan bersama, karena sesungguhnya kita sangat mendambakan kedamaian hidup, sementara syaitan selalu menanamkan perselisihan, permusuhan kepada manusia hingga akhirnya terjadi perperangan; tidak hanya dengan kata-kata tapi juga perang secara fisik seperti tawuran antar kampung dan pelajar sehingga harus memakan korban harta dan jiwa yang sedemikian banyak serta membawa dampak dendam, dan ini sebenarnya tidak dikehendaki oleh manusia, Allah swt berfirman:
Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia (QS Al-Isra :53).
Dalam situasi dan kondisi sesulit apapun yang kita alami, hal itu tidak boleh membuat kita menjadikannya sebagai alasan untuk menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginan dengan cara korupsi uang rakyat, pengedar norkoba dan sebagainya. Demikian juga bagi yang mengalami kesenangan hidup tidak akan sampai lupa diri, susah dihadapi dengan kesabaran dan senang dijalani dengan rasa syukur kepada Allah swt, inilah yang membuat seorang mukmin menjadi pribadi yang mengagumkan, sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
“Menakjubkan urusan orang beriman, sesungguhnya semua urusannya baik baginya dan tidak ada yang demikian itu bagi seseorang selain bagi seorang mukmin. Kalau ia memperoleh kesenangan ia bersyukur dan itu baik baginya. Kalau ia tertimpa kesusahan, ia sabar dan itu baik baginya.” (HR. Ahmad dan Muslim).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
3. Adanya Nilai-Nilai Islam Dalam Prinsip Hidup
Nabi Ibrahim as sangat khawatir bila tidak ada generasi baru yang akan melanjutkan keberlangsungan penanaman dan penyebaran nilai-nilai yang Islami karenanya ia mendambakan anak, tidak semata-mata untuk melanjutkan keturunan apalagi hanya ingin sekedar mewariskan harta dan tahta namun semata-mata ingin melanjutkan misi perjuangan kemanusian yang Islami, saat ketika usianya memasuki usia renta kekhawatiran itu semakin dalam yang membuatnya harus menikah dengan Siti Hajar sehingga lahirlah anak yang diberi nama dengan Ismail, bahkan dari Siti Sarah pun yang sudah tua lahir anak yang diberi nama dengan Ishak, sehingga Nabi Ibrahim as bersyukur atas karunia Allah swt, sebagaimana dalam lantunan do’anya:
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku (QS:Ibrahim Ayat 39-40)
Menjadi kewajiban setiap kita untuk melaksanakan tugas-tugas dakwah Islamiyah, dalam arti yang luas mengajak, menyeru dan memanggil setiap orang agar beriman dan taat kepada Allah swt, dengan cara yang bijaksana. Ini merupakan tugas yang penting dan mulia karena melanjutkan tugas para nabi, sebuah tugas yang amat dibutuhkan dalam kehidupan umat manusia, jangankan bagi orang yang kafir, bagi orang baik saja tetap membutuhkan dakwah apalagi orang yang belum baik.
Melaksanakannya dibutuhkan pengorbanan waktu, tenaga, dana, perasaan dan bahkan segala yang kita miliki. Oleh sebab itu, manakala kita melaksanakan tugas dakwah dan orang yang kita dakwahkan menjadi baik, maka pahala kebaikannya akan kita dapatkan juga, sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang menunjukkan pada suatu kebaikan, maka baginya seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Tirmudzi).
Dalam situasi dan kondisi kehidupan kita sekarang, nilai-nilai pelajaran yang begitu banyak dari para Nabi dan Rasul menjadi penting untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga perjalanan hidup kita selalu dalam bingkai kebaikan dan kebenaran, jangan sampai hidup kita ini bergelimang dengan noda dosa, keburukan dan kejelakan, bahkan jika hanya hidup ini diisi dengan keburukan rasa malu tidak saja kita pikul sendiri tapi juga bagi anak, keluarga dan sanak family kita yang lain, jika seseorang menjadi terdakwa sebagai pembunuh, atau koruptor, maka anak isteri juga menanggung malu karena akan dikatakan orang sebagai anak pembunuh atau isteri dari seorang koruptor.
Allahu Akbar 3x walillahilhamd.
4. Rela Berkurban Dan Penuh Ikhlas
Sesi dan pilar ini dapat kita ambil dari pelaksanaan perintah ibadah qurban yang dilaksakan hanya satu kali dalam setahun, jika kita bandingkan dan dihitung betapa banyakkah nikmat Allah swt, yang telah kita terima dan kita pergunakan? Sungguh sangatlah pantas berqurban karena dengan berqurban diri kita semakin dekat dengan Allah swt. Sementara itu hubungan sosial tetap terjalin dan semakin indah sesama mahkluk Allah termasuk menjaga binatang dan tumbuhan yang ada di bumi ini agar tidak punah karena keserakahan manusia dalam memburunya.
Menjaga kelestarian alam semesta agar terus selaras dan seimbang juga risalah Nabi dan Rasul, juga menjadi tugas setiap kita dan jangan malah merusaknya, sehingga kita terhindar dari sifat lalai dari mensyukuri nikmat Allah swt. Dari pelaksanaan ibadah qurban merupakan pendidikan keikhlasan dalam beramal. Seorang Muslim yang rela berqurban pada setiap tahunnya berarti telah melakukan sebuah latihan beramal yang diliputi oleh rasa ikhlas. Sikap ikhlas dalam beramal merupakan salah satu kunci dalam beribadah qurban, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabiullah Ibrahim as dengan putranya Ismail dan isterinya Siti Hajar.
Teladan ini adalah merupakan sebuah contoh yang sangat monumental yang patut ditiru oleh generasi Muslim sepanjang zaman bahkan tidak akan pernah pudar. Perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim as serta anak beliau Nabi Ismail as yang berjuang menaklukkan godaan syaitan.
Syaitan membujuk mereka supaya mengurungkan perintah Allah swt., dengan tidak perlu menyembelih putera tersayang Ismail yang remaja belia yang diharapkan menjadi pengganti dan penerus cita-cita menegakkan dan mendakwahkan kalimat tauhid yang menjadi inti aqidah Islam. Sejarah Nabi Ibrahim as sudah seharusnyalah kita ketahui bersama dalam rangka memetik hikmah dari tauladan yang ditampakkan beliau.
Memang tidak mudah menyakini sebuah perintah melalui sebuah mimpi, apalagi syaitan datang menggoda dalam upaya menggagalkan perintah tersebut. Namun petunjuk Allah swt, jua yang menyebabkan keluarga Nabi Ibrahim as ini yakin seyakin- yakinnya akan kebenaran perintah ini datangnya dari Allah swt. Oleh sebab itu setiap yang diperintahkan Allah swt., kepada hamba-Nya pasti mengandung hikmah dan pelajaran, baik yang menjalankannya maupun bagi masyarakat sekitarnya. Tak terkecuali dengan ibadah qurban ini. Oleh sebab itu dipenghujung wasiat khutbah ini beberapa hikmah atau manfaat dari ibadah qurban di antaranya adalah:
1. Akan disediakan pahala yakni diumpamakan seperti banyaknya bulu binatang yang disembelih. Ini merupakan penggambaran betapa besarnya pahala ibadah qurban ini, sebagaimana disabdakan Nabi SAW,”Pada setiap bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan.” (HR Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
2. Antara hamba dengan Allah SWT yang semakin dekat, apalagi jika penyembelihan qurban dilaksanakan sendiri oleh yang berqurban. Ibadah ini bertujuan mendekatkan diri kepada Allah swt.
3. Memantapkan rasa solidaritas sosial dengan sesama ummat Islam dan dengan umat lainnya, sehingga kesenjangan yang ada bisa terhapus terlebih lagi kondisi krisis ekonomi seperti sekarang ini ditambah lagi dengan konflik kemasyarakatan yang mengganggu ketenangan hidup berbangsa bernegara ini. Hal ini memang sejalan dengan makna yang terkandung di dalam ajaran yang sangat hanif ini, yaitu adanya dimensi sosial dengan penyaluran daging qurban, di samping dimensi vertikal antara hamba dengan Tuhan sebagai manifestasi ketaatan dalam menjalankan perintah Allah swt.
4. Mentarbiyah (mendidik) seorang muslim yang melaksanakan qurban menjadi orang yang pandai bersyukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah swt sebagaimana termaktub dalam firman-Nya dalam surat Al Kaustar ayat 1-3:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (berkah dan rahmat Allah).”(QS. Al Kaustar [108] 1-3).
5. Sebagai buktik bahwa kita termasuk orang-orang yang taat dalam menjalankan perintah Allah swt., karena dengan melaksanakan perintah agama, maka hidup akan diridhai, diberkahi dan senantiasa dirahmati oleh Allah swt., sehingga kebahagiaan hidup pun akan menjelma dan dirasakan.
Akahirnya lewat momentum Idul Adha ini membuktikan bahwa kita memiliki kesadaran sejarah, khususnya kehidupan serta perjuangan para Nabi dan Rasul Allah swt., yang penuh onak dan duri (tantangan dan ujian berat). Kesadaran sejarah ini tentu akan membuat kita berusaha semaksimal mungkin untuk mengorbankan apa saja yang kita miliki, demi rahmat dan keridhaan Allah swt., bagi diri dan kehidupan kita. Marilah kita tutup khutbah ibadah shalat Ied kita pada hari ini dengan berdo’a:
Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik - baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.
Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbaikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.
Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
Khutbah Ke 2
Itulah di antara contoh dari khutbah idul adha yang bisa kalian jadikan sebagai bahan pembahasan pada waktunya nanti. Sebelumnya kami mohon maaf apabila pembahasannya cukup sederhana tidak begitu spesial, meskipun begitu semoga saja bermanfaat bagi kita semua . Dan silahkan cari lagi semua pembahasan yang masih berkaitan dengan ringkasan khutbah idul adha 2020 1441 h menarik yang menggetarkan jiwa paling sedih meneteskan air mata pada website islami ini.
Idul adha juga menjadi momen yang sangat istimewa. di mana pada saat tersebut tidak hanya mampu membuat gembira banyak orang dengan makanan-makanan enak, tetapi hari raya tersebut bisa di manfaatkan untuk lebih memupuk amal kebaikan, segala amal ibadah di lipat gandakan serta memiliki keutamaan lebih. Contohnya dari beberapa kategori ibadah sunnah berupa puasa arafah dan juga tarwiyah pada tanggal 8 dan 9 idul adha, serta amalan sunnah lainnya.
Pada halaman ini admin tidak akan membahas semua yang berkaitan dengan amalan idul adha, namun lebih fokus pada materi atau contoh khutbah idul adha yang akan di butuhkan tepat pada hari raya ketika pelaksanaan sholat ied. Mengenai masalah khutbah sebanarnya banyak sekali contoh yang bisa di jadikan bahan pembahasan seperti tentang kisah nabi ibrahim dan putranya ismail, tentang hikmah dan sejarah di wajibankannya qurban dan masih banyak yang lainnya.
Tetapi meskipun begitu, materi yang akan di bawakan dalam penyampain khutbah idul adha, harus benar-benar rapi, terutama tata bahasa serta penyampainnya. Tujuan tiada lain agar orang yang mendengarkan bisa lebih mengerti apa yang di bahas oleh khotib dan lebih khusu mendengarkannya. Maka dari itu alangkah baik jika contoh khutbah idul adha singkat di bawah ini di pelajari dengan baik, barang kali kalian para khatib ingin menggunakannya.
Contoh Khutbah Idul Adha 2019 / 1440 H
Khutbah 1
الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر، الله أكبر الله أكبر الله أكبر
اللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّهِ كثيرا وسبحان الله بُكْرَةً وَأصِيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ
اللهُ اَكْبَرْ وَ للهِ اْلحَمْدُ
اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وعلى اله وأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أما بعد: فيايها الإخوان، أوصيكم و نفسي بتقوى الله وطاعته لعلكم تفلحون، قال الله تعالى في القران الكريم: أعوذ بالله من الشيطان الرجيم، بسم الله الرحمان الرحيم: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا الله وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ الله وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا وقال تعالى يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ
Allahu Akbar 3x walillahilhamd.
Kaum muslimin dan muslimat jamaah Idul Adha yang berbahagia. Segenap puji dan syukur marilah kita panjatkan kehadirat Allah swt, yang telah memberikan berbagai kenikmatan dalam jumlah yang begitu banyak sehingga kita bisa hadir di pagi ini dalam prosesi pelaksanaan shalat Idul Adha dan setelah itu akan melaksanakan pemotongan hewan qurban. Bahwa hadiranya kita disini bersamaan dengan hadiranya jamaah haji yang sedang menyelesaikan pelaksanaan manasik haji di tanah suci Makkah. Semuanya berkat nikmat iman dan Islam serta nikmat kesempatan. Teiring dengan itu shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat dan para pengikutnya yang setia serta para penerus dakwahnya hingga hari kiamat kelak.
Allahu Akbar 3x walillahilhamd.
Kita akan mencoba mengenang kembali sosok Nabi Ibrahim as beserta keluarganya; Ismail as dan Siti Hajar pada hari ini, karena keagungan pribadinyalah bahkan Nabi Muhammad saw, menjadikannya pelajaran dan keteladanan darinya, sebagaimana Allah swt, berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia.” (QS. Al Mumtahanah : 4)
Dalam kesempatan khutbah Idul Adha 1440 Hijriyah ini ada empat pilar ajaran kebenaran yang sangat esiensial yang patut dijadikan teladan (rol model) untuk kita implementasikan dalam kehidupan sehari-hari baik sebagai rakyat biasa ataupun sebagai seorang pemimpin.
1. Loyalitas Terhadap Pimpinan
Dalam diri Nabi Ibrahim as terpancar sosok kepribadian pesuruh Allah yang mempunyai komitmen yang luar biasa dalam hal loyalitasnya kepada Allah swt. Hal ini dapat dilihat ketika diperintahkan Allah swt untuk menempatkan isterinya Siti Hajar dan anaknya Ismail di Makkah, meskipun dalam kondisi sangat berat harus berpisah dan menempatkannya di daerah yang belum ada tanda-tanda kehidupan, namun oleh karena sebuah perintah tetap dilaksanakannya.
Demikian juga halnya dengan perintah untuk melaksanakan qurban dengan menyembelih putranya Ismail yang tentu merupakan perintah yang sangat berat, namun dengan komitmen demi menjaga loyalitas kepada pemimpin yakni Allah swt., itupun dilaksanakannya bahkan tanpa dinyana putranya Ismailpun menunjukkan komitmen loyalitas yang sangat luar biasa sebagaimana tergambar dalam firman Allah swt:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَىٰ فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَىٰ ۚ قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ ۖ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ
Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar (QS:As-Saffat Ayat 102).
Oleh karena itu, seyogianya juga semua kita sebagai hamba Allah dan sekaligus sebagai rakyat dituntut untuk mentaati segala ketentuan yang datang dari Allah swt, dalam kondisi suka atau duka, berat atau ringan, lapang atau susah, bahkan dalam kondisi apapun merupakan keharusan untuk berkomitmen taat atau loyal kepada perintah-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya:
إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذَا دُعُوا إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَقُولُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Sesungguhnya jawaban oran-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. "Kami mendengar, dan kami patuh". Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung (QS:An-Nur Ayat 51).
Ketataan itu tidak saja dipertontonkan Nabi Ibrahim as ketika mendapat nikmat atau tatkala dihari tuanya, namun loyalitas itu telah lahir sejak masih muda sampai akhir hayatnya. Hal ini dapat dilihat dari potret kisah tentang menghancurkan berhala yang dilakukan Nabi Ibrahim as saat masih muda belia dan bandingkan dengan pelaksanaan perintah menyembelihan putranya Ismail yang sudah tua tetap beliau laksanakan.
Sebagai seorang bawahan kita harus menujukan loyalitas terhadap pimpinan dengan segenap menjalan perintah atau titahnya sebagai amanah yang dipercayakan kepada kita tanpa harus bertanya mengapa harus saya atau mengapa harus yang ini bukankah sudah ada standar operasional prosedur dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi. Demikian juga seorang pimpinan sangatlah wajar ketika perintahnya sudah dilaksanakan oleh bawahannya memberi reward atau penghargaan yang tinggi atas loyalitas bawahnnya.
Demikian yang telah diwariskan oleh Nabi Ibrahim as, dengan loyalitasnya yang tinggi Allah swt, memberi gelar dengan khalilullah (kekasih Allah), sementara loyalitas Ismail Allah swt, mengangkatnya sebagai Rasul untuk menyambung risalah ayahandanya Ibrahim as.
Allahu Akbar 3x walillahilhamd.
Kaum Muslimin Yang Dimuliakan Allah swt.
2. Segala Bentuk Kebatilan Harus Dilenyapkan
Tidak ada istilah kompromi dalam segala bentuk kebatilan, dan segala bentuk kebatilan harus dihalau dan tidak pantas untuk dituruti, bahkan harus kita jadikan sebagai musuh bersama yang selalu diwaspadai setiap saat dan tempat, bahkan kebatilan akan selalu dihembuskan oleh syaitan sehingga saatnya kita perangi, oleh karena itu dalam ibadah haji ada kewajiban melontar yang melambangkan permusuhan kepada syaitan, sebagaimana Allah swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS. Al Baqará : 208).
Bahkan seruan Allah swt, agar memperlakukan syaitan sebagai musuh tidak hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tapi juga kepada seluruh umat manusia, karena ada kebutuhan- kebutuhan manusia yang harus dipenuhinya dan itu tidak boleh menghalalkan segala cara dalam upaya mencapainya, hal ini karena Allah swt tidak membenarkan upaya yang menghalalkan segala cara, sebagaimana berfirman-Nya:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu (QS. Al Baqarah :168).
Meletakan dan menjadikan posisi syaitan sebagai musuh dalam kehidupan adalah keinginan bersama, karena sesungguhnya kita sangat mendambakan kedamaian hidup, sementara syaitan selalu menanamkan perselisihan, permusuhan kepada manusia hingga akhirnya terjadi perperangan; tidak hanya dengan kata-kata tapi juga perang secara fisik seperti tawuran antar kampung dan pelajar sehingga harus memakan korban harta dan jiwa yang sedemikian banyak serta membawa dampak dendam, dan ini sebenarnya tidak dikehendaki oleh manusia, Allah swt berfirman:
وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلْإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا
Dan katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia (QS Al-Isra :53).
Dalam situasi dan kondisi sesulit apapun yang kita alami, hal itu tidak boleh membuat kita menjadikannya sebagai alasan untuk menghalalkan segala cara untuk memenuhi keinginan dengan cara korupsi uang rakyat, pengedar norkoba dan sebagainya. Demikian juga bagi yang mengalami kesenangan hidup tidak akan sampai lupa diri, susah dihadapi dengan kesabaran dan senang dijalani dengan rasa syukur kepada Allah swt, inilah yang membuat seorang mukmin menjadi pribadi yang mengagumkan, sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
“Menakjubkan urusan orang beriman, sesungguhnya semua urusannya baik baginya dan tidak ada yang demikian itu bagi seseorang selain bagi seorang mukmin. Kalau ia memperoleh kesenangan ia bersyukur dan itu baik baginya. Kalau ia tertimpa kesusahan, ia sabar dan itu baik baginya.” (HR. Ahmad dan Muslim).
Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah.
3. Adanya Nilai-Nilai Islam Dalam Prinsip Hidup
Nabi Ibrahim as sangat khawatir bila tidak ada generasi baru yang akan melanjutkan keberlangsungan penanaman dan penyebaran nilai-nilai yang Islami karenanya ia mendambakan anak, tidak semata-mata untuk melanjutkan keturunan apalagi hanya ingin sekedar mewariskan harta dan tahta namun semata-mata ingin melanjutkan misi perjuangan kemanusian yang Islami, saat ketika usianya memasuki usia renta kekhawatiran itu semakin dalam yang membuatnya harus menikah dengan Siti Hajar sehingga lahirlah anak yang diberi nama dengan Ismail, bahkan dari Siti Sarah pun yang sudah tua lahir anak yang diberi nama dengan Ishak, sehingga Nabi Ibrahim as bersyukur atas karunia Allah swt, sebagaimana dalam lantunan do’anya:
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي وَهَبَ لِي عَلَى الْكِبَرِ إِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ ۚ إِنَّ رَبِّي لَسَمِيعُ الدُّعَاءِ
رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي ۚ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahkan kepadaku di hari tua(ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya Tuhanku, benar-benar Maha Mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku (QS:Ibrahim Ayat 39-40)
Menjadi kewajiban setiap kita untuk melaksanakan tugas-tugas dakwah Islamiyah, dalam arti yang luas mengajak, menyeru dan memanggil setiap orang agar beriman dan taat kepada Allah swt, dengan cara yang bijaksana. Ini merupakan tugas yang penting dan mulia karena melanjutkan tugas para nabi, sebuah tugas yang amat dibutuhkan dalam kehidupan umat manusia, jangankan bagi orang yang kafir, bagi orang baik saja tetap membutuhkan dakwah apalagi orang yang belum baik.
Melaksanakannya dibutuhkan pengorbanan waktu, tenaga, dana, perasaan dan bahkan segala yang kita miliki. Oleh sebab itu, manakala kita melaksanakan tugas dakwah dan orang yang kita dakwahkan menjadi baik, maka pahala kebaikannya akan kita dapatkan juga, sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ.
“Barangsiapa yang menunjukkan pada suatu kebaikan, maka baginya seperti pahala orang yang mengerjakannya.” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud dan Tirmudzi).
Dalam situasi dan kondisi kehidupan kita sekarang, nilai-nilai pelajaran yang begitu banyak dari para Nabi dan Rasul menjadi penting untuk kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga perjalanan hidup kita selalu dalam bingkai kebaikan dan kebenaran, jangan sampai hidup kita ini bergelimang dengan noda dosa, keburukan dan kejelakan, bahkan jika hanya hidup ini diisi dengan keburukan rasa malu tidak saja kita pikul sendiri tapi juga bagi anak, keluarga dan sanak family kita yang lain, jika seseorang menjadi terdakwa sebagai pembunuh, atau koruptor, maka anak isteri juga menanggung malu karena akan dikatakan orang sebagai anak pembunuh atau isteri dari seorang koruptor.
Allahu Akbar 3x walillahilhamd.
4. Rela Berkurban Dan Penuh Ikhlas
Sesi dan pilar ini dapat kita ambil dari pelaksanaan perintah ibadah qurban yang dilaksakan hanya satu kali dalam setahun, jika kita bandingkan dan dihitung betapa banyakkah nikmat Allah swt, yang telah kita terima dan kita pergunakan? Sungguh sangatlah pantas berqurban karena dengan berqurban diri kita semakin dekat dengan Allah swt. Sementara itu hubungan sosial tetap terjalin dan semakin indah sesama mahkluk Allah termasuk menjaga binatang dan tumbuhan yang ada di bumi ini agar tidak punah karena keserakahan manusia dalam memburunya.
Menjaga kelestarian alam semesta agar terus selaras dan seimbang juga risalah Nabi dan Rasul, juga menjadi tugas setiap kita dan jangan malah merusaknya, sehingga kita terhindar dari sifat lalai dari mensyukuri nikmat Allah swt. Dari pelaksanaan ibadah qurban merupakan pendidikan keikhlasan dalam beramal. Seorang Muslim yang rela berqurban pada setiap tahunnya berarti telah melakukan sebuah latihan beramal yang diliputi oleh rasa ikhlas. Sikap ikhlas dalam beramal merupakan salah satu kunci dalam beribadah qurban, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabiullah Ibrahim as dengan putranya Ismail dan isterinya Siti Hajar.
Teladan ini adalah merupakan sebuah contoh yang sangat monumental yang patut ditiru oleh generasi Muslim sepanjang zaman bahkan tidak akan pernah pudar. Perjuangan dan pengorbanan Nabi Ibrahim as serta anak beliau Nabi Ismail as yang berjuang menaklukkan godaan syaitan.
Syaitan membujuk mereka supaya mengurungkan perintah Allah swt., dengan tidak perlu menyembelih putera tersayang Ismail yang remaja belia yang diharapkan menjadi pengganti dan penerus cita-cita menegakkan dan mendakwahkan kalimat tauhid yang menjadi inti aqidah Islam. Sejarah Nabi Ibrahim as sudah seharusnyalah kita ketahui bersama dalam rangka memetik hikmah dari tauladan yang ditampakkan beliau.
Memang tidak mudah menyakini sebuah perintah melalui sebuah mimpi, apalagi syaitan datang menggoda dalam upaya menggagalkan perintah tersebut. Namun petunjuk Allah swt, jua yang menyebabkan keluarga Nabi Ibrahim as ini yakin seyakin- yakinnya akan kebenaran perintah ini datangnya dari Allah swt. Oleh sebab itu setiap yang diperintahkan Allah swt., kepada hamba-Nya pasti mengandung hikmah dan pelajaran, baik yang menjalankannya maupun bagi masyarakat sekitarnya. Tak terkecuali dengan ibadah qurban ini. Oleh sebab itu dipenghujung wasiat khutbah ini beberapa hikmah atau manfaat dari ibadah qurban di antaranya adalah:
1. Akan disediakan pahala yakni diumpamakan seperti banyaknya bulu binatang yang disembelih. Ini merupakan penggambaran betapa besarnya pahala ibadah qurban ini, sebagaimana disabdakan Nabi SAW,”Pada setiap bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan.” (HR Imam Ahmad dan Ibnu Majah).
2. Antara hamba dengan Allah SWT yang semakin dekat, apalagi jika penyembelihan qurban dilaksanakan sendiri oleh yang berqurban. Ibadah ini bertujuan mendekatkan diri kepada Allah swt.
3. Memantapkan rasa solidaritas sosial dengan sesama ummat Islam dan dengan umat lainnya, sehingga kesenjangan yang ada bisa terhapus terlebih lagi kondisi krisis ekonomi seperti sekarang ini ditambah lagi dengan konflik kemasyarakatan yang mengganggu ketenangan hidup berbangsa bernegara ini. Hal ini memang sejalan dengan makna yang terkandung di dalam ajaran yang sangat hanif ini, yaitu adanya dimensi sosial dengan penyaluran daging qurban, di samping dimensi vertikal antara hamba dengan Tuhan sebagai manifestasi ketaatan dalam menjalankan perintah Allah swt.
4. Mentarbiyah (mendidik) seorang muslim yang melaksanakan qurban menjadi orang yang pandai bersyukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan oleh Allah swt sebagaimana termaktub dalam firman-Nya dalam surat Al Kaustar ayat 1-3:
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (berkah dan rahmat Allah).”(QS. Al Kaustar [108] 1-3).
5. Sebagai buktik bahwa kita termasuk orang-orang yang taat dalam menjalankan perintah Allah swt., karena dengan melaksanakan perintah agama, maka hidup akan diridhai, diberkahi dan senantiasa dirahmati oleh Allah swt., sehingga kebahagiaan hidup pun akan menjelma dan dirasakan.
Akahirnya lewat momentum Idul Adha ini membuktikan bahwa kita memiliki kesadaran sejarah, khususnya kehidupan serta perjuangan para Nabi dan Rasul Allah swt., yang penuh onak dan duri (tantangan dan ujian berat). Kesadaran sejarah ini tentu akan membuat kita berusaha semaksimal mungkin untuk mengorbankan apa saja yang kita miliki, demi rahmat dan keridhaan Allah swt., bagi diri dan kehidupan kita. Marilah kita tutup khutbah ibadah shalat Ied kita pada hari ini dengan berdo’a:
Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik - baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang dzalim dan kafir.
Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbaikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.
Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.
بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. وَتَقَبَّلْ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاوَتَهُ اِنّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ.. فَاسْتَغْفِرُوْا اِنَّهُ هُوَاْلغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ
Khutbah Ke 2
اللهُ اَكْبَرْ (3×) اللهُ اَكْبَرْ (4×) اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
أَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى إِنَّ اللهَ وَمَلآئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ أَبِى بَكْرٍ وَعُمَر وَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا وَاإنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ
Itulah di antara contoh dari khutbah idul adha yang bisa kalian jadikan sebagai bahan pembahasan pada waktunya nanti. Sebelumnya kami mohon maaf apabila pembahasannya cukup sederhana tidak begitu spesial, meskipun begitu semoga saja bermanfaat bagi kita semua . Dan silahkan cari lagi semua pembahasan yang masih berkaitan dengan ringkasan khutbah idul adha 2020 1441 h menarik yang menggetarkan jiwa paling sedih meneteskan air mata pada website islami ini.